Sabtu, 25 Juli 2020

Antara Penyebutan Tuhan & Allah (Nonfiksi)



Waktu itu, di seminar psikologi yang membahas generasi milenial dari perspektif klinis, industri & organisasi serta satunya pendidikan (InsyaaAllah). Berjarak 2 bangku ada yang bergumam:

"Apa bedanya tuhan sama Allah? Toh sama aja artinya."

Di PKMU, entah ahad ke satu atau kedua, seorang dosen magister agama mengatakan perbedaan tentang hal ini. Pun sama ketika sedari kecil kurang prefer kalo Allah dipanggil dengan sebutan Tuhan (dalam Bahasa Indonesia).
Ya mon maap kalo ane komentar. Ingin berpendapat je. Mao diterima/ga ya balik lagi pada pribadi masing-masing.

Tuhan itu diartikan sebagai sesuatu yg mendominasi dalam kehidupan & manusia merasa ada ketergantungan (candu). Baik secara sadar maupun tidak. Misalkan, menuhankan smartphone seperti ke mana-mana kudu bawa hp. Ketinggalan benda itu rasanya seperti ketinggalan nyawa, dsb.

Sedangkan Allah sendiri itu, Esa, Zat yg kekal, wajib diibadahi, ditaati, tdk boleh diduakan oleh sesuatu, tempat bergantung. Kita yg butuh Allah. DIA juga tidak pernah dan tidak akan mati.

[23/3] 
Ini berdasarkan apa yang saya dengar dari penuturannya Ustadz Salim A. Fillah, dan beberapa kyai dan asatidz yang (menurutku) punya kafaah di bidang bahasa.

Kata "Tuhan" itu berasal dari bahasa sansekerta yang diserap ke dalam Bahasa Indonesia. Artinya adalah Penguasa/Kepala/Pengatur para dewa yang ada di dunia. Di mana kata Tuhan adalah terjemahan dari kata "God" pdada Bahasa Inggris, yang juga bisa diartikan sebagai "Dewa".

Pertanyaannya, apakah Allah itu kepala/penguasa/pengatur para dewa ataukah dewa yang paling berkuasa?

Dalam Islam, sejatinya tidak mengenal kata "Tuhan" sebagaimana yang dimaksud.

Dalam bahasa syariat, Allah SWT, selain disebut dengan Asmaul Husna yang jumlahnya ada 99 nama, biasa sering disebut dalam Al Quran dan hadits sebagai "Rabb" atau pun "Ilah".

Misal dalam kalimat "Alhamdulillahirabbil'alamin" atau dalam syahadat atau tahlil "Lailaha illallah".

Nah...
Arti "Rabb" dan "Ilah" itu sendiri, memang sering diterjemahkan/diartikan sebagai "Tuhan". Khususnya di buku-buku agama dan beberapa terjemahan Al Quran.

Namun, menurut para ulama (seperti yang disebut di atas), arti kata "Rabb" dan "Ilah", sebenarnya lebih tinggi dan "lebih kompleks" daripada yang dituliskan dalam terjemahan tersebut. Sehingga beberapa ulama di Indonesia tidak mau menerjemahkannya dengan kata "Tuhan" dan beberapa lagi tetap menuliskan dengan kata apa adanya.

Menurut Ust. Salim A. Fillah, arti kata "Rabb" dan juga "Ilah" sangat luas dan kompleks. Menurut beliau, makna kata "Rabb" itu adalah "Penguasa, Pengatur, Penata, Yang Berkehendak, Yang Menciptakan, Yang Tidak Ada Padanannya, Yang Maha Tunggal, Yang Maha Mengetahui, Yang Menghukumi, dsb." Atau kalau boleh disimpulkan, "Rabb" itu berarti rangkuman dari Asmaul Husna ditambah dengan Sifat Wajib yang harus ada pada Allah.

Sedangkan "Ilah" artinya adalah "Sesembahan; Yang Paling Layak Disembah, Yang Paling Layak Ditaati/Dipatuhi, Ditakuti, Tempat Bergantung, dsb."

Maka, dari sini bisa disimpulkan bahwa Allah SWT, derajatnya masih terlalu rendah alias kurang pas bila diistilahkan/disandingkan dengan kata "Tuhan" sebagai penyebutannya, berdasarkan pengertian yang disampaikan di atas.

Oleh karena itu, akan lebih bijak, bila dalam menuliskan terjemahan dari penyebutan-penyebutan tersebut menggunakan pengucapakan secara harfiah saja.
Misal :
"Alhamdulillahirabbil 'alamin."
Maka lebih baik diterjemahkan dengan
"Segala pujian bagi Allah, Rabb semesta alam."

Atau

"Lailaha illallah."
"Tiada sesembahan (yang pantas disembah) selain Allah."

Insyaa Allah seperti itu penjelasanku... Semoga bisa dipahami dan bermanfaat...

Wallahu'alam bishshawab...

1 komentar:

  1. Terimakasih sangat bermanfaat, untuk itu perlunya belajar dan terus belajar ya☺️🙏🏽

    BalasHapus