Rabu, 09 Maret 2022

Berita - Untaian Cena di Sebidang Tanah

 Untaian Cena di Sebidang Tanah

Pada tanggal 28 Januari 2022, Universitas Muhammadiyah Sidoarjo melakukan pembukaan KKN Pencerahan 2022 dengan tema Membangun Desa Sapta Pesona Berdaya Saing Berbasis Potensi Lokal, Teknologi & Green Ekonomi. Universitas Muhammadiyah Sidoarjo atau biasanya dikenal dengan singkatan UMSIDA, memberikan 4 buah program unggulan untuk melancarkan kegiatan KKN tahun ini. KKN Pencerahan 2022 terbagi menjadi 3 yaitu KKN Klaster, KKN Non-Klaster, dan KKN Mandiri. 

Salah satu mahasiswa UMSIDA dari prodi Psikologi yang bernama Mardiah memberanikan diri mengambil program yang berbeda dari luang lingkupnya, yaitu program lingkungan. Ia mengambil KKN Pencerahan 2022 dengan skema Mandiri dikarenakan tempat tinggalnya yang berada di luar pulau jawa. KKN yang dilakukan berada di Desa Pantai Cabe, salah satu dari sekian banyaknya desa yang ada di Kalimantan Selatan. 

Pada tanggal yang sama, 28 Januari 2022, ia melakukan kegiatan KKN dengan mitra salah satu anggota masyarakat Desa Pantai Cabe. Mitra yang didapatkannya terkena dampak pandemic dan juga kenaikan harga bahan pangan dan sembako yang cukup besar. Selain itu, Mitra mempunyai sebidang lahan kosong dan juga kebun mini yang terserang oleh serangga. Ia menggunakan pengetahuan dan keterampilannya dalam membantu meringankan permasalahan yang dihadapi oleh Mitra. 

Gambar Lahan Kosong

Limbah botol plastik dimanfaatkan sebagai penangkal serangan serangga terhadap tanaman. Botol tersebut ditali pada batang kayu yang sebelumnya telah ditancapkan. botol dibiarkan terbuka, tanpa tutup dengan harapan agar serangga masuk ke dalam botol dan tidak menyerang tanaman. Cara sederhana ini dilakukan agar bahan sayur tidak terkontaminasi dengan bahan kimia. Dengan demikian, sayur tetap alami dan juga sehat untuk dikonsumsi. 

Sebuah kebun tentu tidak lepas dengan adanya pupuk. Pupuk organic dapat menyuburkan tanah dan juga baik untuk tanaman. Ia dan Mitra menggukanan pengetahuan untuk mengelola pupuk organic secara manual. Pupuk organik yang digunakan berasal dari limbah kotoran hewan yang kemudian dicampur dengan tanah dan lainnya. 

Ia juga memberikan pengetahuan terhadap Mitra mengenai pembuatan flyer menggunakan aplikasi atau website yang terkenal. Flyer digunakan sebagai media promosi untuk mempromosikan pupuk organic apabila Mitra mampu memproduksi secara massal. Hal tersebut diharapkan dapat membantu daya beli Mitra. Selain itu, hal tersebut juga diharapkan bisnis makin berkembang dan Mitra dapat merekrut karyawan. Dengan demikian, daya beli pangan dan sembako masyakat di desa bisa berkembang.

Kegiatan KKN Pencerahan dengan Skema Mandiri diikuti oleh Mardiah meliputi memanfaatkan limbah botol plastik, pengolahan pupuk organik, dan pembuatan flyer. Dengan adanya ini, ia berharap bahwa daya beli bahan pangan dan sembako Mitra bisa meningkat. Perkebunan yang sehat dan terawat dapat membantu mengurangi kebutuhan ekonomi dalam membeli kebutuhan pangan. Dana pangan bisa ditabung atau digunakan untuk keperluan yang lain. 


Penulis: Mardiah


Berita - Pelatihan dan Pendampingan Handlettering, Fotografi, Pembuatan Paper Bag, serta Amplop: Alternatif Pengembangan UMKM oleh Mahasiswi KKN Mandiri Umsida

 

Kuliah Kerja Nyata Umsida

Universitas Muhammadiyah Sidoarjo–atau biasa diakronimkan menjadi Umsida–mengadakan Kuliah Kerja Nyata (KKN) mulai tanggal 28 Januari 2022 dengan tema Membangun Desa Sapta Pesona Berdaya Saing Berbasis Potensi Lokal, Teknologi, dan Green Ekonomi. Umsida sendiri membagi jenis KKN menjadi 2 ranah di mana setiap ranah memiliki bagian, yakni KKN Pencerahan (terdiri dari KKN Klaster, KKN Non-Klaster, dan KKN Mandiri) serta KKN Terpadu (terdiri dari KKN Klaster & dan KKN Mandiri).

Terdapat 4 program unggulan yang diusung oleh Umsida guna mengarahkan peserta KKN menyusun program kerja di lapangan nanti. Dibagi menjadi program Pengembangan UMKM, Tata Kelola Publik, Program Lingkungan, dan Pengembangan Pariwisata.

Salah satu mahasiswi bernama Mufidah Munawwaroh Muhamad memilih program pengembangan UMKM yang berbeda dari studi psikologinya saat ini. Pada tanggal 29 Januari 2022, ia mendatangi para guru dari Sekolah Luar Biasa Aisyiyah 08 yang berlokasi di Kecamatan Kranggan, Kota Mojokerto untuk bekerja sama sebagai mitra KKN.

Meninjau dari kerajinan tangan yang telah dibuat Sekolah Luar Biasa Aisyiyah 08 sebelumnya, Fida beranggapan bahwa karya tersebut membuka peluang atau menaikkan potensi kerajinan buatan rumah. Hal tersebut pun mendorong Fida–panggilan akrabnya–melakukan upgrade terhadap kemasan dan nilai tambah produk dengan mengadakan pelatihan dan pendampingan handlettering, foto produk, pembuatan paper bag, dan amplop lebaran.

Biasanya amplop maupun paper bag memiliki desain cetak. Namun, kali ini Fida berorientasi karya kerajinan tangan SLB Aisyiyah 08 bisa custom nama dari pelatihan handlettering yang dilakukan. Di samping itu juga, bertujuan meningkatkan atensi pembeli dari pelatihan foto produk agar tampil menarik.

Pelatihan di atas diharapkan dapat membantu pengembangan UMKM di SLB Aisyiyah 08 pada bagian pengemasan. Karena dari tampilan produk, memengaruhi keputusan khalayak untuk membeli. Nilai jual juga meningkat dari pelatihan skill menulis handlettering yang bisa dipesan secara custom. Ditambah dengan pembuatan amplop tanpa perekat apa pun, menggunakan bahan yang mudah dijangkau, serta bisa dipesan dengan handlettering custom pula. Dengan demikian, variasi produk dapat bertambah, pengemasannya cantik, dan tampilan karya handycraft makin menarik.

 

Penulis: Mufidah Munawwaroh Muhamad

 

 

 

Rabu, 02 Februari 2022

Nonfiksi - Aku Tumbuh sebagai Anak Broken Home

 

Aku Tumbuh sebagai Anak Broken Home
Oleh: M3

gambar oleh: emilie-crssrd

Insight dari Sekolah Rumah Tangga bersama Teh Febrianti – kanal YouTube Amazing Muslimah

Jujur, bingung pas memulai ini harus bagaimana. Ceilah. Gimana ya ngetiknya. Pake bahasa baku apa bebas ya? Hm, biar kesannya agak akrab, informal aja kali ya. Semoga curhatan sekaligus pesan ini nyampe ke yang lagi baca (terutama diri sendiri di masa depan, meskipun baru 1 detik kemudian).

Kali ini bakalan gamblang ngomongnya melalui ketikan. Tolong untuk berhenti membandingkan kehidupan kita. Di luar sana ada yang hidupnya di bawah, di atas, bahkan setara dengan kita. Intinya, semua punya ujiannya masing-masing. Berhenti merepotkan diri dengan menatap rumput tetangga lebih hijau.

Okay. Dimulai dari sepertiga terakhir video yang udah disebutkan di atas, ada kalimat yang bikin throwback ke baground diriku. Apa itu? Intinya,

“Nggak mungkin Allah gak punya maksud ketika mempertemukan sesuatu tanpa tugas spesifik atau maksud di dalamnya.”

Langsung keinget sama mindset aku, “Harusnya mama dan ayah nggak usah nikah biar aku nggak lahir ke dunia ini. Kan enak nggak bakal buruk.” Waduh! Berat tuh. Kadang pas terpuruk, selalu aja nyalahin diri sendiri. Seolah aku adalah pembawa sial. Bagaimana tidak? Jahatnya setengah hidup begini. Manfaat hampir nggak ada. Hm, narasi yang depresif sekali.

Karena kalimat inti dari video tersebut, langsung deh runtuh narasi depresifnya. Iya, ya. Kalau mama sama ayah pisah, berarti ada maksud baik Allah di baliknya. Jika memang mereka nggak bersinergi menuju keluarga bervisi surga, kan ada aku. Harusnya gitu. Kenapa aku diciptakan melalui keluarga ini apabila pada akhirnya mama dan ayah bakalan bercerai? Bukan kenapa sih aku gak mati aja?

Dasarnya kan ada di QS. 51:56 dan 2:30, yaitu aku adalah hamba dan khalifah. Buat apa hidup? Ya buat beribadah dan memakmurkan bumi.

Pasti ada maksud baik Allah mengirimkan aku melalui rahim mama. Dengan kondisi seperti ini, aku terbentuk menjadi anak kecil yang sangat mudah tersinggung, cepat kesulut amarahnya, dan keras. Seiring berjalannya waktu, aku sadar ada yang butuh diperbaiki. Emang bener ya kalau ujian kita itu justru adalah kelemahan kita saat ini.

Pernah suatu kali aku mikir betapa nggak sabarannya diriku. Sampe tercetus pertanyaan, “Kenapa Allah malah ngasih aku amanah yang bikin mudah tersulut emosinya?” woh! Di saat yang sama, aku menemukan jawaban. Ya karena aku butuh ditempa dari pribadi yang suka marah agar menjadi pribadi yang sabar dengan cara seperti ini. Toh ketika berhasil menaiki 1 tangga ujian kesabaran, di tangga kedua, ketiga, dan seterusnya, ujiannya malah makin berat. Sama aja euy, meskipun, semisal, ujiannya bukan yang saat ini terjadi.

“Bagaimana masalah di depan ini menjadi pembuktian iman kita kepada Allah?” salah satu kalimat yang kutulis dari Bu Febri. Betul juga. Katanya beriman, kudunya ujian ini kulaksanakan semaksimal kemampuanku. Terseok-seok jelas. Perasaan bersalah hampir tiap menit menggelayut dalam dada. Seolah nggak bisa terpangkas. Walaupun hanya selibas. Hummmm.

Berarti, sempatnya kedua orang tuaku menikah adalah gerbangku menuju dunia. Timeline mereka bercerai pun merupakan titik awal aku belajar menerima takdir. Alhamdulillah sejak SMP otakku sudah mengambil pernyataan, “Gimana ya kalo beneran tinggal serumah kami bertiga? Mungkin gak bakal sebaik saat ini progess-nya.”

Hingga detik aku menulis ini, pernyataan itu terus terpampang dalam ingatan. Lucunya ada salah satu film yang bilang, “kamulah keajaiban itu sendiri.” Wusss, padahal animasi tapi berhasil bikin nangis. Karena kondisinya agak mirip. Tidak istimewa. Bukan sebab suatu kelebihan yang kita punya yang disebut keajaiban atau karunia. Namun, diri kita yang terlahir itulah keajaiban yang ditunggu-tunggu.

Meskipun aku banyak sekali kekurangan. Seakan gak pantes sama sekali berada di keluarga ini. Gak berguna untuk keluarga ini. Atau harusnya gak usah hidup sekalian. Aku wajib yakin. Ini semua adalah skenario Allah. Aku yang ditunjuk untuk mamaku. Aku yang ditunjuk untuk menempa diri. Aku yang ditunjuk untuk melaksanakan tugas dari-Nya. Harusnya aku mengingat itu selalu. Karena akulah yang mampu di ranah ini

Ini bukan sebatas aku terluka, mama terluka, ayah terluka, atau keluarga terluka. Bukan juga sekadar nilaimu bagus, pintar, dan jago bidang sains, pengetahuan sosial, atau bahasa. Ini adalah bentuk penghambaan pada-Nya. Bentuk beriman kepada Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wassalam. Bentuk birrul walidain. Bentuk membasuh luka pengasuhan. Bentuk penempaan diri menjadi khalifah di muka bumi. Inilah bentuk sejatinya diriku. Berproses dari yang buruk menjadi baik.

Memang sangat sulit. Bahkan aku sempat berulang kali ingin menyerah. Beranggapan diriku tidak bisa. Padahal ya semuanya butuh perjuangan yang gigih. Bukan berarti mustahil. Jalan ini yang Allah pilihkan untukku. Lingkup ini yang berada dalam lingkaran jangkauanku.

Berbekal luka dan kesalahan, aku harus belajar. Belajar mencari, menelaah, mengevaluasi, peka, dan memperbaiki. Berproses meski 0,1% setiap harinya. Aku ada untuk membawa tugas besar nan mulia dari Allah. Maka, terima kasih telah mengizinkan hamba berbagi Ya Allah. Mudah-mudahan tulisan ini membawa gebrakan baru untuk diri sendiri.


Terakhir,
Untukmu, Wahai diriku
Sadari, engkau adalah debu yang berharga. Tinggal bagaimana engkau menyikapinya. Apakah dengan perjuangan yang mempunyai konsekuensi? Apa justru menyerah yang sama-sama memiliki konsekuensi? Pilihlah pilihan yang mampu kau tanggung resikonya. Biarpun terseok-seok, Allah tidak pernah, tidak pernah sekali pun DIA membiarkanmu. Hei, ingatlah bahwa engkau ada karena engkaulah pengemban amanah mulia sebagai wakil Allah di bumi.

Ingat ini, engkau berharga
Maka tuntaskan amanah-Nya sebelum ajal tiba
Sungguh, aku ingin menyayangimu setulus hati, wahai aku
Ridhoi kesalahanmu yang telah terjadi
Detik ini, cukupkan meratapi diri
Berproseslah menjadi yang terbaik
Untuk-Nya.

Salam mencintai proses, M3
Bumi Allah, 02 Februari 2022

gambar oleh: ibrahim-rifath

Sabtu, 08 Januari 2022

Insight Book

Islammu adalah Maharku (Taiwan) 
Penulis: Ario Muhammad, PhD 

Bagian favorit di dalam buku. 
Di bab ke-14 saat Chen mendapat penjelasan dari para mualaf tentang: 
1. "Sesungguhnya orang-orang yang kafir kepada ayat-ayat Kami, kelak akan Kami masukkan mereka ke dalam neraka. Setiap kali kulit mereka hangus, Kami ganti kulit mereka dengan kulit yang lain, supaya mereka merasakan azab. Sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana." (QS. An-Nisa [4] : 56)

Manusia punya 3 lapis kulit yang terdiri dari epidermis, dermis, dan sub cutis. Jika yang terdalam yaitu sub cutis terbakar, maka kulit akan rusak yang ditandai tidak dapat merasakan rasa sakit. See? Gak mungkin dong di zaman Rasulullah bisa tau teknologi modern semenakjubkan itu. Padahal Al-Qur'an diturunkan pada 1400 tahun yang lalu. Emejing 🤩🤩🤩

2. Kemudian, keindahan akhlak keluarga muslim di Suriah. Di sana kebersihan terjaga, saling menghormati, saling berbagi, dan saling bertanggung jawab. Ketika belajar bahasa Arab, referensi utamanya malah Al-Qur'an. 

Ini maknanya, sebagai muslim/ah semestinya menjaga almamater Islamnya. Menjaga nama baik Allah, Nabi Muhammad, Umat Islam, dan Islam itu sendiri. Bagaimana keindahan Islam tergambar dari kehidupan muslim merupakan bentuk dakwah yang sangat meresap bagi siapa saja yang merasakan. 

Maka, sudahkah kita menerapkan nilai-nilai Allah selama "mengaku" sebagai orang yang beragama Islam? Jika sudah, bukankah pahala besar tatkala kita menjadi wasilah hidayah bagi yang lain? Selanjutnya bisa reunian bareng di Surga dan ketemu Allah dalam keadaan paling membahagiakan. 🥺

Ah, satu lagi nih. Kata Yunus Yo pas dikasih tahu emaknya jangan milih Islam soalnya aturannya banyak, ketat, atau ribet, ia menjawab, "Saya tidak sedang mencari agama yang paling mudah, tetapi paling benar." 😭👏🏻 semoga kita bukan orang yang menjalani aturan syariat sak karepe dewe (seenaknya sendiri). 

3. Yang terakhir tatkala nenek Prof. Nabil terkasih meninggal tiba-tiba. Keadaannya pun terbilang sehat. "Lalu di mana nenek sekarang? Setelah diambil Tuhan, ke mana nenek pergi? Ke mana kita juga akan pergi dan mengapa kita ada di dunia ini?" 

Kiranya begitu pertanyaan Prof. Nabil yang menyinggung tentang uqdatul kubro, yaitu simpul besar ketika menjalani kehidupan. Dari mana kita berasal? Mengapa kita hidup? Dan akan ke mana setelah kita mati? 

Sudahkah kita memahami makna kehidupan? 

✍🏻Sedangkan sisi kalimat kesukaan ialah:
"...bercerita lirih kepada Tuhannya aku dibuat iri olehnya. Dia memiliki tempat sandaran paling menakjubkan dalam hidupnya. Sedangkan aku? Aku selalu merasa sendiri ketika gundah. Tak ada siapa pun yang mampu meringankan berbagai tekanan yang kuhadapi." Halaman 132-133 bagian Prof. Chen. 

Ini sama seperti cerita Tukang Cukur dan Pelanggannya 😊

Jadi, gak apa-apa kok kalau gak ada wadah bercerita. Kan ada Allah yang selalu dan selalu merindui doa hamba-Nya. Cerita yang banyak pun gak bakal disela sama Allah. Adanya dipeluk, didengarkan, dan dimengerti lebih dari diri sendiri. Bahkan dikasih solusi. Melted gak tuh. 😭

👏🏻
"Aku tidak mungkin mengkhianati ajaran Allah, Tuhanku, hanya karena seorang laki-laki..." ujar Syakila pada halaman 148. 

"Beginikah jadinya jika aku berani bermain hati?" Syakila - halaman 154. 

Sebagai muslimah sulit gak baper. 😌 Haduh angel wes. Kecerdasan bukanlah penyelamat. Kita sendiri pun sudah disajikan bagaimana cinta yang tidak dikelola bisa bikin gila dan buta. 😢 Sulit bukan berarti mustahil. Kalau bukan rahmat Allah, kita gak bakal selamat dari fitnah pria. Oleh karena itu, yuk terus berdoa supaya dijauhkan dari kemaksiatan dan kelola hati kita agar netral. Hati-hati mahkota kita jatuh pada hubungan yang diharamkan. 

Sebaik-baik perhiasan adalah wanita salehah. Pilihan itu ada di tanganmu, Ukhty (Saudari). 😊

🎢
"Tapi bukankah ada Allah yang akan menyembuhkan lukanya? Kenapa aku harus terpuruk?" Syakila - halaman 155. 

Betul sekali. Di sini dapat insight kalau menolak lelaki harus tegas, gak boleh digantung dengan alasan "kasihan" dengan dalih nolak dengan cara yang gak nyakitin. Kecil / besarnya luka atau kecewa tergantung pribadi masing-masing. 

Gak mungkin gak nyakitin. Namun, itu lebih baik. Terluka di awal daripada menunggu ketidakpastian + ditolak lagi di akhir. Bukannya malah double kecewanya? Wajar kok terluka itu. Tinggal kitanya udah ngomong baik-baik (ikhtiar) belum? Masalah hatinya sudah bukan urusan kita. Akan tetapi, perilaku kita kepadanya yang jadi masalah. Baik apa buruk? 

Jika telah bersikap baik, tetapi dia tetap tersakiti, nanti Allah yang bakal nyembuhin. Fokus aja ke lingkaran kendali kita. 

💸
"...mereka mungkin bergelimang harta tapi saya bisa menjamin bahwa sebagai seorang muslim saya jauh lebih bahagia dibanding mereka." Syakila - halaman 181

Contoh fenomenal deh. Squid game. Tanya tuh si kakek kaya raya. Bikin game begituan karena kesepian it's mean ora bahagia. Intinya sih, uang emang bikin tenang dalam beberapa aspek, cuma bukan yang utama. 😊

👨‍👩‍👧‍👦
"Dalam Islam pernikahan, nafsu, cinta semuanya diatur pada tempatnya dengan sangat bijaksana." Syakila - halaman 182

"Islam mengajarkan pada saya tentang kesejatian cinta, bukan hasrat palsu dan nafsu belaka." Syakila - halaman 183

Semua udah diatur. Kalau ada agama yang melarang naluriah manusia berarti agama itu gak sempurna. Lho kok gitu? Bukannya nafsu syahwat itu jelek ya? Lah terus kenapa manusia punya nafsu syahwat? 

Dilihat dulu ya konteksnya. Penyalurannya juga bagaimana? Itu semua Islam atur dengan sempurna. Karena apa? Karena Allah paling mengenal dan tahu kita sehingga menurunkan aturan agar hamba-Nya punya haluan yang tepat dan bisa bahagia. 😊

Berhubungan badan itu dosa besar ketika dilakukan tanpa ikatan pernikahan. Belum lagi anak yang dilahirkan jadi bukti seumur hidup dari kesalahan orang tuanya. Apalagi yang sampai aborsi wah double dosanya. Naudzubillah. Astaghfirullahal'adzim. Eh, anak lagi yang jadi korban. 😭

Akan tetapi, berhubungan badan bisa berpahala besar karena adanya ikatan pernikahan. Apalagi ketika menghasilkan generasi saleh dan salehah. Wah investasi akhirat tuh. 🤩 Begitu suci dan mulianya pernikahan itu. 

Tinggal kitanya mau nurut apa kagak sama Pencipta Semesta? 

Salam mencintai proses, M3. 
Bumi Allah, 09 Januari 2022


Kamis, 23 Desember 2021

Cerpen - Lukisan Demi Seulas Pelukan

 

Lukisan Demi Seulas Pelukan
Oleh: M3

gambar dari lovepik

Semua orang tengah bersiap di bangku penonton. Galeri seni lukis khusus anak-anak tersebut ramai pengunjung pada hari Kamis itu. Sheila terlihat masih biasa saja di belakang panggung. Ibunya melakukan briefing dengan panitia sebelum presentasi lukisan gadis cilik berusia 14 tahun tersebut.

“Ibu sudah mencoba menghubungi Ayah, Nak. Maaf, ya. Belum ada jawaban dari Ayah,” celetuk Ibu mengelus pundak kanan Sheila.

Dengan tersenyum penuh harapan yang redup, Sheila menyahut, “Nggak apa-apa, Bu. Terima kasih sudah menghubungi Ayah.”

Beberapa menit lagi, presentasi dimulai. Tiba-tiba degup jantung anak perempuan berkacamata itu tidak stabil. Panitia membuka acara, lalu menyebutkan judul pameran Sheila.

“Dengan ini, kami persembahkan Ruang Kebersamaan dari Sheila Anindita Rahma. Kepadanya, kami persilakan tampil di atas panggung,” panggil panitia.

Gemuruh tepuk tangan riuh menyambut penampilan Sheila. Sekilas basmalah dilirihkan. Ia menggenggam tangan di depan dada. Mengatur napas dan mulai menghadap ke penonton galeri. Gadis berkerudung cekolat tua itu mengedarkan pandangan ke penjuru kursi. Matanya ingin menangkap sosok yang dirindukan. Namun, tidak ada. Dari atas kursi roda bersama selang nasal cannula yang juga berdampingan dengannya, sebuah mikrofon diberikan. Napas panjang diambilnya. Perlahan karbon dioksida dikeluarkan melalui mulut.

Ia membuka presentasi. Menunjukkan beberapa karya yang telah mendapat penghargaan melalui layar proyektor. Kemudian membeberkan alasannya suka melukis, yakni dapat membuatnya lega. Kata ibunya, dengan melukis juga bentuk menyalurkan perasaan. Entah bahagia atau marah, sedih atau senang, kecewa atau bangga. Selanjutnya adalah karya series. Ibu dan panitia membantu mengeluarkan enam kanvas yang diurutkan dari ujung ke tengah.

Dimulai dari kanvas pertama, sebuah lukisan seorang anak kecil belajar menaiki sepeda. Menceritakan betapa cerianya sang gadis cilik itu mencoba sepeda beroda dua dengan ditemani sang Ayah. Pada lukisan kedua, tokoh utama itu terjatuh. Posisinya memegang lutut sambil menangis dengan sepeda yang tergeletak di sampingnya. Sang Ayah langsung menghampiri putrinya.

“Berlanjut pada gambar ketiga, sang Ayah menggendong putrinya kembali ke rumah. Ada sebuah pesan yang disampaikan kepada anaknya sehingga wajah itu terlihat bahagia setelah jatuh,” jelas Sheila.

“Berawal dari sana, Ayah berkata, ‘Nak, kamu hebat sudah jatuh pertama kali hari ini. Sekarang jatah gagalmu berkurang satu. Ayah bangga kamu berhasil berani mencoba tanpa Ayah pegangi lagi. Besok kita bersepeda lagi, ya?’. Dengan senyum paling menawan, mata anak itu berbinar. Ekspresinya berubah gembira. Ia yakin esok hari dan seterusnya akan menghabiskan waktu bersama sang Ayah,” jelas Sheila memutar kursi rodanya ke kanvas ketiga.

Berlanjut pada kanvas keempat yang bergambar anak itu bersepeda lagi. Ayahnya mengikuti dari belakang sembari menyembunyikan cokelat dan boneka panda di belakang punggungnya. Tentu saja bisa ditebak bahwa hari itu adalah ulang tahun dari putrinya. Mereka terlihat menepi di ladang bunga pada kanvas kelima. Anak peremuan itu mengangkat hadiah dari ayahnya dengan bahagia, sedangkan sang Ayah duduk berselonjor di bawah pohon besar dengan senyuman.

Yang terakhir adalah pelukan dari sang ayah. Terlihat kanvas keenam dijadikan dua panel. Satu wajah sang Ayah dan satunya muka sang putri. Mereka saling memejam dalam rengkuhan yang lama. Di situlah letak kehangatan dan suatu kenangan yang mahal.

“Sang anak membalas pelukan ayahnya dengan riang. Begitupun dengan si Ayah yang nampak senang dan merasa hangat mendekap putrinya. Sebab si Ayah tahu, sebentar lagi putrinya akan menjelma menjadi seorang gadis,” tutur Sheila.

Sheila menjelaskan bahwa kebersamaan sekecil apa pun mungkin akan terlupa oleh orang tua. Namun, bagi seorang anak akan ada beberapa moment yang akan diingat sepanjang hidupnya.

“Ruang Kebersamaan ini, Sheila dedikasikan kepada Ayah yang berjuang keras membiayai hidup kami hingga sedikit sekali waktu di rumah. Namun, izinkan saya untuk mengungkapkan terima kasih kepada penikmat lukisan di sini. Niat Sheila memajang karya di sini ialah ingin menunjukkan betapa bahagianya kami saat itu. Iya, ini cerita Ayah dengan Sheila. Akan tetapi, sangat disayangkan bahwa Ruang Kebersamaan hanya dinikmati hingga waktu itu saja,” ungkap Sheila dengan nada menurun.

“Oleh karena itu, lukisan ini ditampilkan untuk satu rengkuhan saja dari Ayah hari ini. Pelukan yang amat Sheila rindukan sejak tujuh tahun terakhir. Setelah biaya ini saya terima, Sheila harap dapat membeli lima belas menit waktu kerja Ayah dan sebuah pelukan. Itu saja,” harap gadis berbatik krem tersebut.

Dari luar, terdengar derap langkah ke ruang presentasi. Nampak seorang pria paruh baya membuka pintu lebar-lebar. Semua yang hadir langsung menoleh ke sumber suara. Napasnya terengah-engah. Gurat mata sayu di atas panggung itu tersenyum. Tanpa sadar, ia langsung memanggil, “Ayah.”

Akhirnya yang ditunggu-tunggu hadir. Pria tersebut langsung berlari ke panggung menghampiri putrinya yang masih duduk di kursi roda. Diraihnya tubuh rapuh itu ke dalam pelukan. Rupanya sang Ayah mendengar seluruh presentasi putrinya lewat radio dan pengeras suara yang ada di galeri.

“Maaf ya, Nak. Ayah terlambat datang, bahkan mengabaikan telepon dari Ibu. Maaf ya, Nak. Ayah baru ingat,” ucap lelaki yang memakai jas biru tua berdasi hitam.

“Terima kasih Ayah sudah mau datang. Nanti akan Sheila ganti gaji Ayah selama lima menit. Itu sudah cukup bagi Sheila.” Remaja tersebut tersenyum membalas pelukan ayahnya dengan berbisik.

“Tidak, Nak. Tidak perlu. Maaf Ayah tidak pernah hadir di saat Sheila membutuhkan.” Setelah berucap kalimat demikian, kedua tangan Sheila lemas, terjatuh.

Kepala tak mampu lagi untuk tegak. Napas berhenti menderu. Tatapan sirna. Badan lemah seketika. Pelukan dan genggaman terlepas.

“Nak? Sheila? Bangun, Nak?” teriak si Ibu menghambur ke Sheila.

Ayah Sheila bergeming karena sudah terlambat. Wajah yang mulai menua itu turun, matanya sayu, dan bulir deras keluar dari tepi mata. Tidak akan ada lagi suara manis yang memanggilnya dengan sebutan Ayah. Setidaknya Sheila berhasil melukis seulas pelukan dari sang Ayah di penghujung usianya.


salam mencintai proses, M3
cerpen sudah masuk dalam buku antologi Remember oleh penerbit Jejak Publisher

Selasa, 21 Desember 2021

CERPEN - SEPINTAS TUK KEMBALI

SEPINTAS ‘TUK KEMBALI
Penulis: M3 (@_emthree)

Malam itu, senyum tidak dapat terurai sama sekali. Kamu tertawa di bawah lampu jalan di antara gelapnya langit. Mata lebih sering memicing menahan agar tidak tertidur sepanjang perjalanan. Kemudian kamu tersungkur, tetapi bangkit lagi. Tubuh terhuyung akibat kepala yang kian pening.

Di dekat lampu jalan yang sedikit menerangi langkah, kamu pun tersungkur kembali. Kini kamu mengejek dan menangisi diri. Kesal sedari tadi kakimu belum juga memijak rumah. Jalanan lengang dan kamu sendiri. Tiada alat hubung yang membantumu memanggil teman. Perut mulai bergejolak. Dirundung mual. 

Tiba-tiba beberapa gagak berada di atasmu. Sangat berisik dan kamu dibuat marah karenanya. Hatimu begitu membara. Saking kesalnya kamu sampai sanggup berdiri dengan cepat. Beberapa rutukan pun terlontar tanpa arah dengan telunjuk mengarah pada burung hitam tersebut. Hening pecah oleh kejamnya ungkapan yang keluar dari wanodya cantik sepertimu. Belum puas kata-kata buruk diutarakan, engkau mencoba melempari burung-burung itu dengan kerikil. Para gagak langsung menyambar kepalamu. Membuatmu makin menggila.

“Hei! Burung bodoh! Diamlah. Kurang ajar sekali kau mengganggu kesunyianku! Diam, diam, pergi sana! Kepalaku makin pening. Berisik sekali bang***! Bede**h sia*an,” rutukmu menepis para gagak yang berusaha menghinggapi kepalamu.

Akhirnya kamu putuskan untuk terus menyusuri jalan sepi yang minim penerangan. Sayangnya, berulang kali kamu tersungkur, bangkit, terjatuh lagi, sembari ditemani keberisikan burung-burung. Sampai di ujung jalan penuh kerikil yang begitu tajam, dirimu terjungkang sangat kesakitan.

“Bagus! Bagus! Pakai gaun selutut, lengannya pendek, bahannya tidak tebal, sekarang jatuh. Bodoh!” keluhmu memukul kepala sekaligus menahan sakit sebab tubuh bagian belakang menghantam kerikil-kerikil kasar.

Pandanganmu jadi tertuju pada lampu putih yang tidak begitu terang. Memberikan efek buram. Beberapa detik tanpa pikiran lain, batinmu berembus membisikkan sesuatu yang kelu. Tidak terdengar jelas, walau dalam kalbu. Yang ada ialah jejak tak bertuan, muncul tiba-tiba, dan rasanya menyesakkan.

Jiwamu seolah terkoyak karena keadaan. Sendiri dalam sepi. Teringat oleh apa yang tadi kamu lakukan sebelum berjalan pulang. Ternyata sisi kananmu dihantam oleh maksiat sisi kiri. Kepalan tanganmu mulai memukul-mukul kepala dan dada. Seakan tubuhmu berhak mendapat kesakitan dari dirimu sendiri.

Kamu bangkit, lalu w sitting. Kedua tanganmu menopang tubuh di depan. Kerikil-kerikil jadi basah oleh rintik yang jatuh dari kelopak mata. Ingin sekali kamu berteriak melepas apa yang menyumbat hati. Burung gagak bagai usai menemanimu bersama kebising. Kini mereka mulai pergi darimu. Membiarkan, lagi-lagi kesendirian yang sunyi memelukmu lebih erat, dalam, dan lama.

Akan tetapi, tiba-tiba sepintas cahaya temaram mendekati perlahan. Ternyata sinar itu berasal dari seorang perempuan. Mata mulai memicing untuk memfokuskan pandangan. Di sebelahnya ada sosok gadis gelap. Kamu mengernyit sambil menahan perih dengan posisi yang belum berubah.

"Kau siapa?" tanyamu parau pada perempuan bercahaya redup yang jongkok di depanmu.

"Aku? Aku adalah engkau. Kau lihat dia yang sedang berdiri? Itu juga engkau. Tataplah ia lekat-lekat. Bukankah warnanya abu gelap? Padahal dulu ia sama sepertiku. Terlahir bercahaya," jelas perempuan itu.

"Apa kau bercanda? Apa maksudmu? Cepat katakan siapa kalian? Katakan sebenarnya. Tidak usah berbohong!" paksamu memekik dan melotot.

"Cobalah tatap dengan cermat. Dapati struktur wajahnya. Lalu nilailah apakah ia mirip denganmu dan denganku? Katakan!" pintanya masih bernada lembut.

"Tidak mungkin aku punya doppelganger," ujarmu gemetar, mendongak, tidak percaya sembari membulatkan mata.

"Kau kebanyakan baca informasi barat. Sudahi itu sebagai sebuah kepercayaan. Ternyata salah satu alasan kami seperti ini karena hal tersebut," respon perempuan itu menepuk dahinya dan berwajah sendu.

"Cepat jelaskan mau apa kalian ke mari? Apa kalian mau menyakitiku?" tanyamu dengan suara serak, pupil melebar, dan gemetar terus kentara.

"Aku serius. Tidak main-main. Tujuanku ke sini...," jelasnya terjeda karena berdiri kembali, lalu mengulurkan tangan ke arahmu melanjutkan, "... untuk memperingatimu tentang sesuatu. Berdirilah!"

"Apa?" tanyamu lagi menerima ulurannya dan berdiri seraya napas kembang kempis karena gelisah menjalar ke seluruh arteri.

"Kau masih bisa membuatku terang. Apakah kau mau di setiap jalan hanya remang-remang yang terlihat? Ya, aku tahu kini perasaanmu remuk redam. Jalan menuju cahaya seakan jauh membentang tidak jelas. Namun, tolonglah dirimu sendiri di masa depan. Tolong aku supaya kita dapat saling membantu," tutur perempuan tersebut memohon agar engkau melakukan apa yang akan diminta.

"Sebenarnya apa poin yang kau ingin dariku?" kali ini dahimu mengernyit. 

"Aku adalah amal baikmu yang telah kau lucuti pakaian istikamahnya. Sedangkan dia adalah amal burukmu yang selalu kau hias dengan noda gelap kemaksiatan." Tunjuk perempuan itu ke gadis gelap di sampingnya. 

Sepintas, lututmu gemetar dan lemas. Hatimu sesak tiada tara. Napas tersengal perlahan. Tiba-tiba engkau jatuh tersungkur kembali. Dadamu dipenuhi kelu. Tangis mendera lagi, tetapi kali ini lebih deras. Bagaikan tumpukan film yang berjejal di folder laptop, peristiwa masa lalu terputar kembali.

Bayangan kesalahan, kealpaan, pengingkaran, menyakiti, dan berbagai keburukan lainnya bermunculan. Kamu tidak bisa mengelak. Bagaimana lagi kamu menyangkal? Pelakunya adalah dirimu sendiri. Menzalimi orang lain dan dirimu sendiri.

Gadis dan perempuan itu terdiam beberapa saat. Namun, sang gadis gelap  berjongkok seraya mendorong jidatmu menggunakan telunjuknya dengan keras. Ia menatapmu penuh kekesalan. Meskipun wajahnya datar, tetapi netranya tak bisa membohongimu.

"Maafkan aku, wahai diriku," ucapmu sesenggukan menunduk karena menyesal.

"Kau pikir maafmu berguna? Dasa bodoh! Bede**h sia*an! Kelakuanmu itulah yang mewakili permintaan maafmu secara tulus atau tidak," sahutnya memiringkan kepala dan tersenyum meremehkan.

Gadis itu berdiri lagi. Dengan kasar, ia mengangkat dagumu dengan jari kakinya. Kemudian, si wajah gelap itu memerintah, "Sekarang sadarlah! Buat diriku setidaknya gelap atau pudar? Menyingkirlah dari aktivitas melukiskan kegelapan. Ikuti apa yang ia butuhkan guna menambah cahayanya.”

“Aku begitu muak mendapatimu menyesal tanpa berbuat sesuatu. Percuma kau minta maaf dan menyadari kesalahan kalau tidak ada pergerakan atau perubahan. Adanya omonganmu hanya dusta belaka. Meratapi tanpa langkah berarti. Hei, Bodoh! Kau pikir aku ini akan jinak? Jangan salah. Makin kau teruskan maksiatmu, makin gelap diriku, dan makin menggila diriku sebab menginginkan lebih. Maksiat yang kau pupuk malah jadi mengalami pembaruan. Aku sih puas saja," tambahnya mendorong dagumu.

“Hm, ya, tidak masalah bila itu maumu membuat dirimu makin terjatuh ke dasar kegelapan. Toh memang diriku ini adalah refleksi hawa nafsumu. Kala kau senang menikmati hal yang dilarang, aku bahagia. Ketika kau bosan melakukan ibadah, diriku ikut sebal akibat kebosanan yang kau rasakan sehingga kita akan mencari hal-hal menyenangkan lainnya. Melakukan sesuatu yang nikmat, tetapi menjerumuskanmu ke arah api yang menjalar. Gelap mata menggerogoti narunimu. Hahahahahah. Kau bisa jadi temanku di neraka. Terserah kau sajalah,” ungkapnya sembari menyunggingkan sudut bibir kirinya.

Setelahnya, sang gadis mengabu pekat itu pergi. Menghilang di antara sisi yang tak disoroti oleh lampu jalan. Meninggalkanmu dengan sejuta frustasi dan penyesalan, sedangkan perempuan bercahaya yang meredup itu tetap bersamamu. Ia lagi-lagi membantumu berdiri. Setelahnya, malah tersenyum dan memelukmu yang gemetaran akibat takut, cemas, bersalah, merasa tak pantas, dan menyesal.

"Sepintas memori yang kau ingat memang menyesakkan. Ayo, kita sama-sama memperbaiki hari ini dan esok. Jika engkau masih bangun keesokan hari, maka banyak kesempatan yang terbuka untukmu. Jangan selalu kau sia-siakan. Apabila waktu telah berlalu, aku takut, aku takut kehilanganmu yang ber-taqwa. Jika cahayaku ini benar-benar padam, maka engkau tidak akan pernah tersenyum sebab menyesal. Tolong! Tolong, hentikan semua keburukan ini. Kembalilah mendekat kepada-Nya," cetus perempuan itu sambil mengelus pelan puncak kepalamu.

"Wahai aku! Kamu selalu butuh Allah. Jika tidak mendekat kepada-Nya sekarang, lalu kapan lagi? Jangan sampai kamu merugi dan terlambat menyesali seluruhnya. Ketika sadar di penghujung waktu, ternyata alam barzah telah hadir di depan mata. Aku, tidak mau hal tersebut terjadi padamu. Mulai sekarang, dengarkan aku, ya? Agar nuranimu kembali menyala," imbuhnya melepas pelukan seraya memegang kedua tanganmu dan mengusapnya penuh kelembutan.

Kamu terpaku. Tubuhmu berkeringat dingin. Lelehan bulir air mata menggenang deras tiada henti dalam hening. Kamu pun merengkuh perempuan itu. Kedua tanganmu meremas kuat pakaiannya. Teriakan mulai keluar, baik rutukan, rasa bersalah, dan mengatai diri sendiri.

"Sakit sekali rasanya! Maafkan aku yang sudah banyak mengecewakanmu, wahai diriku! Aku melakukan banyak pengulangan kesalahan. Maafkan aku yang frustasi, tapi minim aksi. Tolong teruslah bersamaku. Terima kasih karena masih mau mendorongku menghindari maksiat. Walaupun aku sering mengecewakanmu kembali," cakapmu memegang pundaknya bersama isakan lebih tenang.

Desau angin mengibarkan surai sepundakmu. Mata, hidung, dan pipimu memerah. Beberapa kali tarikan napas kamu lakukan untuk mencapai ketenangan. Perempuan redup tersebut mengelus punggungmu dan terus membisikan kalimat zikir. Perlahan, tenang mulai merambat. Ada seutas senyum terukir tipis dari sudut bibirmu.

"Saatnya beraksi. Teruslah melaju. Hanya Allah yang bisa menolongmu. Mintalah kepada-Nya karena aku sekadar wasilah. Kuharap kau terus menyadari rasa kepedihan atas ulahmu sendiri ini. Supaya apa? Supaya engkau ingat untuk beristighfar setiap detiknya," tegasnya melepas pelukan.

Seusai itu malam jadi tenang. Tangannya menyentuh dadamu. Terasa begitu berdebar akibat pengulangan masa lalu yang pernah kamu lalui. Ia pun meniup wajah dan tangannya. Kemudian meletakkan ke posisi jantungmu berada.

“Bismillah, aku yakin kamu bisa,” tukasnya semringah.

“Apa iya? Bukankah kalau yang lain bisa, aku tidak harus bisa?” sahutmu ragu sambil menyeka air mata yang  tersisa.

“Tentu saja kamu selalu bisa melakukan segala hal yang berada di lingkaran kendalimu. Bukan yang di luar kendalimu. Hasil itu adalah hak prerogratif Allah. Kamu tinggal berdoa, ikhtiar, dan tawakal. Sisanya serahkan kepada Rabb kita. Mungkin sepintas ini dulu yang bisa kubagikan untukmu kembali pada-Nya,” jawabnya tersenyum, lalu berjalan mundur dan melambaikan tangan.

Ia pun hilang di antara gelapnya malam. Akhirnya kau jatuh, lagi, tengkurap. Ditinggal sendiri. Tertatih untuk berdiri, engkau mulai merangkak ke arah lampu jalan berikutnya. Lutut dan telapak tanganmu sangat sakit, tetapi demi sampai kau rela melakukan. Sesampainya di sana, silau begitu membahana hingga menyipitkan mata. Gemetar pun meruntuhkan kekuatanmu hingga tertelungkup sekali lagi. 

Pening menjalar hebat beberapa detik, lalu menghilang saat kamu bangun untuk duduk. Pikiranmu tersadar sempurna kala menatap hamparan sajadah ada di depan mata. Nyatanya, Allah tidak pernah meninggalkanmu. Dirimu yang kadang meninggalkan-Nya. Faktanya, Allah selalu berada di dekatmu.


- salam mencintai proses, M3
- 2021

Jumat, 10 Desember 2021

Nonfiksi - Bahasa

Insight dari Kajian Ngeslow Sesi Aqidah Bacth 1
Mengapa Al-Qur'an diturunkan melalui bahasa?

Mempelajari aqidah adalah sebuah landasan seseorang memahami bagaimana dirinya bisa sampai di sini dan mengapa diturunkannya manusia ke bumi?

Dari sana, kajian ngeslow sesi Aqidah Batch 1, terdapat penjelasan tentang Al-Qur’an di sampaikan melalui apa? Bahasa. Pada tulisan ini tidak akan menjelaskan bagaimana kedetailan bahasa Arab atau tafsir itu sendiri. Belum mumpuni, Bund, buat bahas. Ehehehe.

Intinya sih kita bisa memahami bahasa Qur’an karena paham kaidah bahasanya. Sama halnya dengan kita yang bicara dengan bahasa Jawa, bahasa Indonesia, bahasa Inggris, bahkan bahasa lainnya. Jika tidak kita pahami benar arti atau makna dari sebuah kata, kita akan terjerat oleh penipuan fakta, menyebarkan informasi yang salah, memiliki pemahaman yang tidak benar, dan berbagai keresahan lainnya.

Jadi, seharusnya kita memahami lebih dahulu tatkala ingin berkomunikasi dengan orang lain agar tidak salah pemaknaan saat perbincangan. Apalagi untuk memahami buku panduan kehidupan, yakni Al-Qur’an.

Hati-hati ketika berdiksi. Hati-hati tatkala melisankan informasi. Hati-hati memahami sebuah kata. Karena dengan kalimat, peradaban dapat terbangun maupun hancur.

Salam mencintai proses, M3
Bumi Allah, 10 Desember 2021