Sabtu, 26 September 2020

CERMIN - HENTAKAN YANG HARUS USAI

HENTAKAN YANG HARUS USAI
Oleh: M3

Langkah ini berlari. Jauh menembus kabut. Langit terus kelabu diiringi nimbostratus. Dingin. Kaki berlari tersaruk-saruk. Gencatan siksa telah terlepas untuk saat ini.

Sayangnya para panah terus melesat. Berusaha menembus tubuhku. Gagak beterbang menyambut. Mereka mengitari kesenduan yang mengikat.

Udara semakin mencekam tulang-tulang. Terhenti. Aku jatuh memeluk diri. Seketika itu panah berhasil menembuk dada. Aku menangis sambil terkekeh kecil.

Sayatan di kulit masih terlihat segar dan baru. Dengan menahan keperihan, aku berupaya merangsek kepedihan yang mendera. Beringsut dari tanah. Mulai berlari lagi. Sekuat tenaga harus pergi dari tanah yang menghentak.

Aku lelah, capek, pusing, takut, dan hampir menyerah. Belenggu maksiat terus saja membidik diri. Berlagak membahagiakan. Nyatanya cuma membalut kemungkaran.

Beberapa gagak membantuku berdiri karena berulang kali terjatuh. Napasku memburu. Jantungku sakit. Teriakan menderu. Membisingkan sekitar diikuti semua suara burung hitam itu. Nada-nada semakin nyaring dan melebar.

Langkah masih terseok-seok. Memegang dada berusaha menahan pedihnya anak panah. Sudah sejauh ini. Aku tak boleh kembali. Mereka akan menyekapku bila berhenti berlari.

Aku tidak mau lagi Tuan Id merantaiku. Telah cukup kesenangan fana yang kualami. Aku tak mau bila menanggung akibat yang lebih luas lagi. Lelah, tetapi kaki ini harus terus melaju.

Hentakan nafsu mesti diusaikan. Jangan ada lagi kerlap-kerlip pembodohan. Kalau tidak, air laut yang tertenggak akan membuat kerongkonganku semakin kering. Bila kuturuti, maka aku berpotensi besar terbelenggu lagi dan lagi. 

"Aku akan terus berlari! Aku harus terus lari!" tekadku membulat dan masih merasakan aliran darah yang terus menetes keluar mengaliri tangan.

Mojokerto, 22 September 2020

0 komentar:

Posting Komentar